PENDAHULUAN
Novel “Sitti Nurbaya” merupakan novel yang ditulis oleh Marah Rusli,
seorang sastrawan yang lahir di Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 7 Agustus
1889 dan meninggal di Bogor pada tanggal 17 Januari 1968. Selain sebagai
pengarang, selama hidupnya ia memiliki hobi berolahraga, bermain musik,
melukis, dan bermain sandiwara. Ia telah banyak mencipkatan karya sastra, salah
satunya adalah novel “Sitti Nurbaya” ini.
Novel ini menceritakan kisah percintaan antara dua pemuda asal kota Padang yang
bernama Sitti Nurbaya dengan Samsul Bahri. Keduanya telah bersahabat sejak
mereka masih kecil, hingga pada usia dewasanya mereka saling menjalin kasih.
Namun sayang, kisah cinta mereka tidak dapat disatukan karena Nurbaya kini
telah menjadi istri dari seorang saudagar kaya yang sudah sangat tua dan licik,
saudagar itu bernama Datuk Maringgih. Sebenarnya Nurbaya tidak mencintai Datuk
Maringgih. Tetapi apa boleh buat, demi menyelamatkan ayahnya dari kejahatan
Datuk Nurbaya rela menjadi istri Datuk Maringgih.
Kisah cinta antara Samsul dengan Nurbaya sampai akhirnya tak dapat dilanjutkan
lagi karena Nurbaya telah lebih dulu meninggal dunia karena racun yang ada pada
kue yang dibelinya dari algojo Datuk Maringgih. Mengetahui hal itu Samsul sangat
dendam pada Datuk. Hingga setelah sepuluh tahun, Samsul telah menjadi seorang
Letnan ia ditugaskan untuk menyelesaikan masalah yang ada di Padang akibat ulah
Datuk Maringgih. Lalu datanglah ia ke Padang, disana terjadilah pertempuran
dahyat antara Datuk dan Samsul dan pada akhirnya keduanya meninggal dunia.
Cerita ini disampaikan oleh pengarang lewat novel ini dengan bahasa yang sangat
khas yaitu bahasa Melayu. Di samping itu, pengarang tak segan-segan menggunakan
beberapa pepetah, peribahasa, serta pantun- pantun yang sangat indah untuk
mengungkapkan ide cerita sehingga membuat pembaca sangat terhibur dengan adanya
pantun-pantun tersebut. Selain itu, pengarang menggunakan teknik pelukisan
watak rokoh secara langsung sehingga pembaca dengan sangat mudah mengetahui
watah dari para tokoh dalam cerita dan dapat membayangkan seperti apa
sesungguhnya tokoh yang diceritakan itu.
B.
SINOPSIS
Di Padang, hiduplah seorang penghulu yang amat terkenal, yang bernama Sutan
Mahmud Syah. Ia memiliki seorang istri bernama Siti Maryam, dan memilki seorang
anak laki-laki bernama Samsul Bahri. Penghulu itu hidup berdampingan dengan
sahabat karibnya yaitu Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang yang
memiliki seorang anak perempuan bernama Sitti Nurbaya, yang tak lain adalah
sahabat dari Samsul Bahri. Sejak kecil Sitti Nurbaya hanya hidup bersama dengan
ayahnya karena ibunya telah meninggal dunia sejak Nurbaya masih kecil.
Karena kebersamaannya sejak kecil bersama dengan Samsul, maka munculah
benih-benih cinta diantara mereka. Namun, keduanya tidak ada yang berani
mengungkapkan perasaannya itu. Hingga pada suatu hari, mereka berdua bersama
dengan sahabatnya Arifin dan Bachtiar pergi ke Gunung Padang untuk bertamasya.
Disanalah akhirnya mereka berdua saling mengungkapkan perasaannya dan berjanji
untuk saling mencintai hingga ajal menjemputnya. Di Gunung Padang inilah mereka
berdua melakukan perpisahan sebelum Samsul pergi ke Jakarta untuk melanjutkan
sekolahnya.
Akhirnya waktu yang ditunggu pun datang, waktu dimana Samsul harus berangkat ke
Jakarta meninggalkan orang tua dan kekasihnya Sitti Nurbaya. Setelah beberapa
lama Samsul berada di Jakarta, semua keadaan berubah drastis. Keluarga Nurbaya
jatuh miskin karena semua usaha yang dimiliki ayahnya hancur berantakan,
tokonya dibakar habis oleh anak buah Datuk Maringgih, seorang saudagar kaya di
Padang yang sangat licik. Dengan hancurnya usaha Baginda Sulaiman, maka Baginda
Sulaiman meminjam uang kepada Datuk untuk memperbaiki usahanya itu. Namun
sayang, hingga pada batas pelunasan hutang itu Baginda Sulaiman tidak dapat
membayar hutang itu, maka terpaksa Sitti Nurbaya anak satu-satunya menikah
dengan Datuk Maringgih seorang yang sangat licik dan bengis.
Dengan kejadian itu Nurbaya sangat sedih, dan akhirnya ia mengirimkan surat
kepada kekasihnya, Samsul Bahri yang ada di Jakarta. Ia menceritakan semua
musibah yang menimpa keluarganya sehingga Nurbaya terpaksa menikah dengan Datuk
Maringgih yang sama sekali tak dicintainya. Mengetahui hal itu Samsul sangat
iba dan sangat marah kepada Datuk Maringgih.
Setahun setelah Samsul di Jakarta, pulanglah ia bertemu dengan kedua orang
tuanya. Ketika itu diketahui Baginda Sulaiman sedang jatuh sakit, mendengar hal
itu Samsul langsung menjenguknya. Ketika itu pula datanglah Nurbaya, saat itu
menjadi sebuah pertemuan yang sangat dinanti oleh Nurbaya dan Samsul, hingga
pada suatu saat mereka diketahui oleh Datuk Maringgih sedang asik mengobrol di
halaman depan. Mengetahui hal itu Datuk sangat murka dan berbuat keributan
sehingga membuat kondisi ayah Nurbaya semakin menurun dan meninggal dunia. Ayah
Samsul pun kecewa dengan kelakuan anaknya itu, dan akhirnya Samsul diusir dari
rumah dan kembali ke Jakarta tanpa sepengetahuan ibunya. Mengetahui Samsul
diusir ayahnya, ibunya pun mengalami sakit keras dan akhirnya meninggal dunia
pula.
Sejak kepergian ayahnya, Nurbaya makin berontak pada Datuk, ia mengusir Datuk
dari rumahnya. Melihat sikap Nurbaya yang berubah, Datuk bertekad untuk
membunuh Nurbaya. Setelah pertengkaran itu, Nurbaya tinggal di rumah saudaranya
Alimah. Di rumah itu, Nurbaya banyak mendapat nasihat dari Alimah diantaranya
nasihat agar Nurbaya menjaga keselamatan dirinya dan memutuskan untuk pergi ke
Jakarta berkumpul dengan Samsul. Namun malang, niatnya itu diketahui oleh anak
buah Datuk, ketika Nurbaya dan Pak Ali kusir bendi Samsul berangkat ke Jakarta
diikuti oleh anak buah Datuk Maringgih.
Ketika di kapal, anak buah Datuk pun bertekad menenggelamkan Nurbaya ke laut,
namun gagal karena Nurbaya berteriak sangat kencang dan jatuh pingsan. Nurbaya
akhirnya dirawat di ruang perawatan di kapal itu. Baru sampai di Jakarta
bertemu dengan kekasihnya, Samsul, Nurbaya harus kembali ke Padang karena ia
didakwa menggelapkan uang Datuk. Nurbaya pun kembali ke Padang, dan setelah
diperiksa Nurbaya dinyatakan tidak bersalah. Mengetahui hal itu Datuk makin
murka, ia menyuruh anak buahnya pura-pura berjualan kue kesukaan Nurbaya.
Rupanya hal itu berhasil dilakukan, kue yang telah diberi racun itu dibelinya
oleh Nurbaya dan dimakannya. Tak lama setelah makan kue itu Nurbaya mengeluh
sakit kepala kepada Alimah dan tak beberapa lama kemudian hilanglah nyawa
Nurbaya karena racun yang ada dalam kue itu.
Kabar kematian Siti Maryam dan Nurbaya akhirnya didengar juga oleh Samsul
Bahri. Mengetahui hal itu, Samsul pun bertekad untuk mengakhiri hidupnya agar
dapat berkumpul bersama orang-orang yang dicintainya. Namun rupanya Allah
berkehendak lain, beberapa kali ia berusaha bunuh diri namun selalu saja ada
orang yang menggagalkannya. Bahkan berkat kenekatannya itu ia dinaikkan
pangkatnya menjadi Letnan. Maka namanya pun berubah menjadi Letnan Mas. Namun
kabar masih hidupnya Samsul Bahri dimintanya dirahasiakan dari ayahnya.
Sepuluh tahun berlalu, pada suatu ketika terjadilah keributan besar yang
terjadi akibat ulah Datuk Maringgih, dan Letnan Mas ditugaskan untuk ikut
mengatasi masalah tersebut. Terjunlah ia ke medan perang, dihadapinya Datuk
Maringgih seorang saudagar kaya yang amat licik itu. Tatkala berhadapan dengan
Datuk amarah Samsul pun tak dapat ditahannya. Ditembakkannya pistolnya ke arah
Datuk dan tergeletaklah Datuk Maringgih dan melayanglah nyawanya. Sebelum Datuk
tewas ia sempat menghempaskan pedangnya ke kepala Samsul Bahri. Setelah itu
Samsulpun dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak dapat diselamatkan lagi.
Sebelum ia menghempuskan nafas terakhirnya, Samsul sempat meminta dipertemukan
dengan ayahnya dan meminta agar ketika ia meninggal kelak agar dimakamkan di
Gunung Padang berdampingan dengan makan ibunda dan kekasihnya Sitti Nurbaya.
Setelah Samsul meninggal dunia, digelarlah upacara pemakaman sebagai
penghormatan terakhir kepada Samsul. Bachtiar dan Arifin pun ikut memberikan
penghormatan terakhir pada sahabatnya itu. Mereka datang ke Gunung Padang
ke makam Samsul. Disana ada 5 makam yang berjejer yaitu makam Baginda Sulaiman,
Sitti Nurbaya, Sitti Maryam, Sutan Mahmud, dan makam sahabatnya Samsul Bahri.
C.
UNSUR INTRINSIK
Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun sebuah cipta sastra daam hal ini
novel dari dalam cipta sastra itu sendiri. Unsur intrinsik meliputi tema,
tokoh, setting atau latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, amanat, dan judul.
Berikut adalah unsur intrinsik yang ada dalam novel “Sitti Nurbaya” :
1.
Tema :
Tema yang terkandung dalam novel ini adalah tema sosial, moral, dan dapat juga
dimasukkan dalam tema egoik. Adapn temanya yaitu : Pengikat tali cinta sejati
antara dua insan manusia yang sesungguhnya adalah ketulusan hati dan keluhuran
budi bukan kecantikan fisik dan tahta atau harta benda.
2.
Tokoh dan Penokohan :
Berdasarkan
perannya :
a)
Tokoh Utama : Sitti Nurbaya
Sitti Nurbaya adalah anak dari Baginda Sulaiman seorang saudagar kaya di kota
Padang. Sitti Nurbaya dalam novel ini digamarkan sebagai sosok gadis yang
berusia 15 tahun dengan wataknya yang lemah lembut, baik hati, penyayang, setia
kawan, patuh pada orang tua, dan sopan.
b)
Tokoh Tambahan Utama : Samsul Bahri
Samsul Bahri adalah anak dari seorang penghulu di Padang ang bernama Sutan
Mahmud Syah. Samsul Bahri memiliki watak yang cerdas, gigih, setia kawan, baik
hati, dan pemberani.
c)
Tokoh tambahan tidak utama :
1)
Datuk Maringgih
Datuk Maringgih merupakan seorang laki-laki tua yang berwatak kikir, penghasut,
kejam, sombong, bengis, penipu, serakah, dan mata keranjang. Dalam novel
diceritakan dia adalah seorang yang dulunya sangat miskin namun kemudian
menjadi seorang yang amat kaya.
2)
Sutan Mahmud
Sutan Mahmud ialah seorang penghulu yang sangat dihormati di Padang, dalam
novel ia berperan sebagai ayah dari Samsul Bahri dengan wataknya yaitu gegabah,
ramah, adil, dan penyayang.
3)
Siti Maryam
Siti Mayam adalah ibunda dari Samsul Bahri. Dalam novel ini Siti Maryam adalah
sosok ibu yang baik hati, penyayang, dan setia pada suami.
4)
Baginda Sulaiman
Baginda Sulaiman ialah ayah dari Sitti Nurbaya. Ia memiliki watak yang baik,
sopan, ramah, adil, dan penyayang.
5) Zainularifin
Zainularifin atau sering dipanggil Arifin adalan sahabat dari Samsul
Bahri, Sitti Nurbaya, dan Bachtiar. Dalam novel ini Arifin digambarkan sebagai
sosok yang baik, setiakawan, gigih, penyayang, namun suka mengejek.
6) Muhammad Bachtiar
Muhammad Bachtiar atau sering dipanggil Tiar ini adalah sosok laki-laki
seumuran Samsul Bahri yang digambarkan memiliki watak yang baik, setiakawan,
penyayang, namun rakus akan makanan.
7) Alimah
Alimah yaitu tokoh yang berperan sebagai saudara dariSitti Nurbaya yang
berwatak lemah lembut, baik hati, setiakawan, santun, dan bijaksana.
8) Pak Ali
Pak Ali adalah kusir dari bendi yang dimiliki keluarga Samsul Bahri. Ia
digambarkan sebagai seorang laki-laki tua yang berumur 45 tahun namun memiliki
watak yang baik, patuh, baik hati, dan penyayang.
9) Pendekar Lima dan
Pendekar Tiga
Mereka adalah anak buah dari Datuk Maringgih yang berwatak jahat, licik, dan
tidak berperikemanusiaan.
10) Rubiah
Tokoh Rubiah adalah tokoh yang menjadi saudara perempuan dari Sutan Mahmud
tetapi memiliki watak yang sangat beda dengan Sutan Mahmud. Rubiah memiliki
watak yang dengki dan bengis.
11) Rukiah
Rukiah adalah anak perempuan dari Rubiah. Ia memiliki watak yang baik, penurut,
dan sopan.
12) Dokter
Watak dokter
dalam novel ini adalah baik hati, dan dermawan.
13) Letnan Yan van Sta
Ia adalah sahabat Samsul ketika ia di Jakarta. Wataknya adalah baik hati,
rendah hati, pemberani, dan setia kawan.
Berdasarkan
fungsi penampilan :
1)
Tokoh antagonis diperankan oleh : Datuk Maringgih, Pendekar Lima,
Pendekar Tiga, Rubiah
2)
Tokoh protagonis diperankan oleh : Samsul Bahri, Sitti Nurbaya, Sutan
Mahmud, Siti Maryam, Baginda Sualaiman, Zainularifin, Muhammad Bachtiar,
Alimah, Pak Ali, Rukiah.
Sedangkan
tokoh statis dalam novel ini diperankan oleh Sitti Nurbaya, Datuk Maringgih,
dan, Samsul Bahri.
3.
Setting :
a)
Setting Tempat :
Setting atau latar tempat yang digunakan dalam novel “Sitti Nurbaya” ini adalah
di Kota Padang meliputi Kampung Alang Lawas, Kampung Jawa Dalam, Rumah Rukiah,
Gunung Padang, Sekolah Pasar Ambacang, Kota Jakarta tempat Samsul belajar, di
kantor pos, dll. Setting tempat digambarkan secara lansung oleh pengarang.
b) Setting
Waktu :
Setting waktu yang digunakan dalam novel ini adalah sekitar tahun 1920-an saat
Kota Padang masih sangat terikat oleh adat, kondisi kota Padang masih sagat
memprihatinkan, masih banyak terjadi pemberontakan disana sini. Setting waktu
yang digunakan ada pagi, siang, sore, dan malam hari.
c)
Setting sosial-budaya :
Setting sosial budaya yang digunakan adalah setting di tengah kehidupan
masyarakat Padang dimana pada saat itu masyarakat masih sangat terikat oleh
adat istiadat.
4.
Alur :
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, karena pengarang
melukiskan cerita berdasarkan urutan kejadian atau historisnya dimulai dari
pelukisan keadaan, kemudian muncul permasalahan, ada klimaks, dan ada peleraian
atau penyelesaian.
· Situation :
Hal ini terbukti ketika Siti Nurbaya hanya hidup sejak kecil hingga dewasa
tanpa seorang ibu, dan ia mampu dihidupi oleh ayahnya sebagai saudagar
terkemuka di Padang yang sebagian uang modalnya adalah hasil pinjaman dari
Datuk Marinngih.
· Generating
circumtense : Hal ini terjadi ketika usaha Baginda Sulaiman mulai bertambah
pesat,dan Datuk pun tidak mau usahanya ditandingi. Maka ia menyuruh anak
buahnya untuk membakar toko Baginda Sulaiman dan hancurlah semua usaha Baginda
Sulaiman, dan ia pun tak mampu membayar hutang Datuk Maringgih. Dengan terpaksa
ia harus menyerahan anak kesayangannya, Sitti Nurbaya untuk menjasdi istri dari
Datuk Maringgih.
· Keadaan
mulai memuncak : Terjadi ketika Sitti Nurbaya merasa sedih ketika dirinya harus
menikah dengan Datuk Maringgih, seorang yang tua bangka dan amat sangat jahat.
Sitti Nurbaya harus rela meninggalkan Samsul Bahri, kekasihnya yang sedang
menuntut ilu di Stovia, Jakarta. Karena tak mampu menahan kesedihan, Sitti pun
menulis surat dan menceritakan semua yang dialaminya kepada kekasihnya, Samsul
Bahri.
· Klimaks :
Terjadi ketika di kota Padang terjadi keributan besar akibat ulah Datuk
Maringgih, saat itu Samsul telah berpangkat Letnan dan ia di kirim ke Padang
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ketika Samsul bertemu Datuk Maringgih
amarahnya pun tak dapat ditahannya Samsul menembakkan pistolnya ke arah Datuk
dan Datuk pun terjatuh dan tewas. Namun sebelum tewas Datuk sempat membacok
kepala Samsul dengan pedang yang dipegangnya.
· Penyelesaian
masalah: Samsul dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya tewas karena luka yang
dideritanya. Sebelum meninggal Samsul sempat meminta kepada ayahnya agar ia
dimakamkan berdekatan dengan makan ibu dan kekasihnya, Sitti Nurbaya.
Jika dilihat dari akhir
ceritanya, alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur sad ending karena
ceritanya berakhir dengan kedukaan, dimana Samsul tidak dapat menikah dengan
Sitti Nurbaya hingga ajal menjemputnya. Selain itu, novel ini juga menggunakan
jenis alur close plot karena pada akhir cerita tokoh utamanya meninggal
dunia sehingga dengan otomatis pembaca tidak dapat menafsirkan kejadian yang
akan terjadi setelah itu.
5.
Sudut Pandang :
Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Sitti Nurbaya” adalah sudut pandang
orang ketiga, karena untuk menceritakan tokohnya pengarang menggunakan kata
ganti orang ketiga yaitu dengan menyebutkan nama seperti Samsul, Nurbaya,
Datuk,dll.
6.
Gaya Bahasa :
Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa melayu klasik. Selain itu dalam novel
ini pengarang juga memuncukan beberapa peribahasa, pepatah, dan juga beberapa
pantun.
Pepatah yang
ada di dalam novel diantaranya :
·
Bagai
bertemu buah si mula kamo. Dimakan, mati bapak, tidak dimakan, mati mak.
·
Hilang bisa
karena biasa, hilang geli karena gelitik.
·
Sekali air
pasang, sekali tepian beralih
Peribahasa
yang ada dalam novel diantaranya :
·
Sayang ayah
kepada anaknya sepanjang penggalah, jadi ada hingganya, tetapi sayang ibu
kepada anak sepanjang jalan, tak berkeputusan.
Pantun yang
dipakai dalam novel diantaranya :
Pulau Pandan jauh di tengah
Di balik Pulau Angsa Dua
Hancur badan dikandung tanah
Guna baik diingat jua
Padang Paanjang dilingkar bukit
Bukit dilingkar kayu jati
Kasih sayang bukan sedikit
Dari mulut sampai ke hati
Seragi kain dengan benang
Biar terlipat jangan tergulung
Serasi adik dengan abang
Sejak di rahim bunda kandung
Perumpamaan
yang dipakai misalnya :
·
Kelelawar
mengirap kesana kemari dengan drasnya jalan, mencari tempat yang gelap, sebagai
seorang takut kesiangan di tengah malam.
·
Ayam jantan
berlari kesana kemari memburu ayam betina, lalu berdiri sejurus, mengangkat
kepalanya dan berkokok dengan tangkasnya, seolah-olah seorang hulubalang yang
sedang mengerahkan laskarnya di medan peperangan.
7.
Amanat :
Setelah membaca novel “Sitti Nurbaya” banyak sekali amanat yang dapat kita
ambil diantaranya adalah :
a) Jangan terburu-buru
dalam mengambil keputusan, karena setiap keputusan yang kita ambil pasti ada
resiko yang akan kita tanggung, jangan sampai kita harus menanggung resiko itu
dengan penuh penyesalan
b) Cintailah seseorang
dengan tulus bukan hanya kecantikan fisiknya saja melainkan harus
dipertimbangkan pula kecantikan hati dan keluhuran budinya
c) Jadilah seorang yang
baik, tidak licik, dan sombong akan kekayaan yang kita miliki karena semua itu
anyalah titipan Allah dan semua akan kembali kepada-Nya
d) Selalu berusaha untuk
membahagiakan kedua orang tua kita selagi kita bisa untuk melakukannya
e) Tidak mudah
berprasangka buruk pada orang lain karena apa yang kita pikirkan belum tentu
benar
8.
Judul :
Judul “Sitti Nurbaya” merupakan judul yang dipilih pengarang sebagai judul
novel untuk memenuhi fungsi judul yaitu menyampaikan tema atau gagasan, untuk
menunjang penyampaian tokoh dan penokohan, serta menunjang penyampaia unsur
sosial budaya.
D.
NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM NOVEL
Nilai-nilai
yang terkandung dalam novel ini antara lain :
1)
Nilai moral : sebagai insan manusia kita tidak boleh serakah atas harta benda
yang kita miliki karena itu hanya titipan dari Tuhan, tidak memaksakan kehendak
kita kepada orang lain, dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi suatu
permasalahan.
2)
Nilai sosial : kita hendaknya saling membantu tatkala orang lain terkena
musibah dan selalu bersilaturrahmi kepada sesama. Dalam novel ini di gambarkan
oleh Samsul Bahri yang datang ke rumah Nurbaya ketika Samsul pulang dari
Jakarta.
3)
Nilai budaya : seorang gadis yang telah berusia 15 tahun diharuskan untuk
menikah agar tidak dipandang sebagai perawan tua
4)
Nilai agama : sebagai seorang muslim kita hendaknya selalu berserah kepada
Allah SWT. akan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita.
E.
PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI DAN CARA PENYELESAIANNYA
Problematika yang dihadapi tokoh :
1)
Sitti Nurbaya : Ia harus hidup sejak kecil tanpa ibunda, dan ketika usianya
telah menginjak dewasa ia harus rela mengorbankan cintanya demi melunasi hutang
ayahnya kepada Datuk Maringgih. Hingga ajal menjemputnya Nurbaya tidak dapat
menikah dengan Samsul Bahri, kekasihnya.
2)
Samsul Bahri : Samsul harus berpisah dengan Nurbaya karena ia harus melanjutkan
pendidikannya di Jakarta. Ketika suatu hari ia bertemu dengan Nurbaya, ia
diusir ayahnya karena ia telah melakukan suatu perbuatan yang menghancurkan
nama ayahnya sebagai penghulu di Padang. Selain itu, ia harus rela kehilangan
kekasih dan ibundanya untuk selama-lamanya karena ulah dari Datuk Maringgih.
3)
Sutan Mahmud Syah : Beliau harus kehilangan istri dan anaknya Samsul Bahri
karena keputusan yang diambilnya sangat terburu-buru.
4)
Baginda Sulaiman : Usaha yang didirikannya harus hancur lebur, dihancurkan oleh
Datuk Maringgih yang sangat serakah.
5)
Datuk Maringgih : Ia merasa usahanya ditandingi oelh Baginda Sulaiaman, ia
tidak suka. Kemudian ia mulai memikirkan cara agar usaha yang dimiliki Baginda
Sulaiman hancur sehingga Baginda Sulaiman jatuh miskin.
Cara pengarang menghadapi setiap masalah yang dihadapi
tokoh adalah dengan menampilkan tokoh Samsul Bahri. Samsul, selalu hadir ketika
keluarga Sitti Nurbaya dan dirinya menemukan masalah dan ia selalu bisa
menyelesaikan semua itu. Misalnya ketika ayah Nurbaya sakit karena memikirkan
nasib Nurbaya ketika ia meninggal, Samsul datang dan mengatakan bahwa ia akan
selalu menjaga Nurbaya hingga akhir hayatnya. Selain itu, ketika muncul masalah
di Padang akibat ulah Datuk, Samsul mengatasi masalah itu dengan berperang
dengan Datuk sehingga nyawanya pun melayang.
F.
APRESIASI
Novel “Sitti Nurbaya” yang ditulis oleh Marah Rusli ini merupakan novel
yang patut dibaca karena sangat menarik. Novel ini menceritakan kisah percintaan
antara Sitti Nurbaya dengan Samsul Bahri. Keduanya telah bersahabat sejak
kecil, kedua orang tuanya pun bersahabat karib. Namun sayang, kisah cinta
antara Nurbaya dan Samsul harus berakhir dengan kesedihan, dimana Nurbaya telah
dinikahi oleh seorang saudagar tua yang sangat licik.
Dalam menceritakan semua itu pengarang menggunakan bahasa yang sangat indah
yaitu bahasa Melayu klasik dan diselingi dengan beberapa pepatah, peribahasa,
dan juga pantun-pantun sehingga pembaca tidak bosan dengan bahasa yang
digunakan. Pengarang juga menjelaskan secara langsung fisik bahkan sifat dari
tokoh dalam novel sehingga pembaca dapat membayangkan seperti apa tokoh dalam
cerita itu dan akan lebih mudah menangkap ide cerita.
Dalam novel ini pula tersirat beberapa amanat yang sangat banyak, banyak juga
nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil oleh pembaca setelah membaca novel
ini. Diantaranya ajaran bahwa seseorang mencintai orang lain bukan karena tahta
yang dimilikinya melainkan harus berdasarkan kecantikan hati dan keluhuran
budinya, ajaran agar setiap manusia harus memiliki pendirian yang teguh agar
tidak mudah dimanfaatkan oleh orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar