Sabtu, 02 November 2019

ANALISIS NOVEL SITI NURBAYA


    PENDAHULUAN

            Novel “Sitti Nurbaya”  merupakan novel yang ditulis oleh Marah Rusli, seorang sastrawan yang lahir di Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 7 Agustus 1889 dan meninggal di Bogor pada tanggal 17 Januari 1968. Selain sebagai pengarang, selama hidupnya ia memiliki hobi berolahraga, bermain musik, melukis, dan bermain sandiwara. Ia telah banyak mencipkatan karya sastra, salah satunya adalah novel “Sitti Nurbaya” ini.
            Novel ini menceritakan kisah percintaan antara dua pemuda asal kota Padang yang bernama Sitti Nurbaya dengan Samsul Bahri. Keduanya telah bersahabat sejak mereka masih kecil, hingga pada usia dewasanya mereka saling menjalin kasih. Namun sayang, kisah cinta mereka tidak dapat disatukan karena Nurbaya kini telah menjadi istri dari seorang saudagar kaya yang sudah sangat tua dan licik, saudagar itu bernama Datuk Maringgih. Sebenarnya Nurbaya tidak mencintai Datuk Maringgih. Tetapi apa boleh buat, demi menyelamatkan ayahnya dari kejahatan Datuk Nurbaya rela menjadi istri Datuk Maringgih.
            Kisah cinta antara Samsul dengan Nurbaya sampai akhirnya tak dapat dilanjutkan lagi karena Nurbaya telah lebih dulu meninggal dunia karena racun yang ada pada kue yang dibelinya dari algojo Datuk Maringgih. Mengetahui hal itu Samsul sangat dendam pada Datuk. Hingga setelah sepuluh tahun, Samsul telah menjadi seorang Letnan ia ditugaskan untuk menyelesaikan masalah yang ada di Padang akibat ulah Datuk Maringgih. Lalu datanglah ia ke Padang, disana terjadilah pertempuran dahyat antara Datuk dan Samsul dan pada akhirnya keduanya meninggal dunia.
            Cerita ini disampaikan oleh pengarang lewat novel ini dengan bahasa yang sangat khas yaitu bahasa Melayu. Di samping itu, pengarang tak segan-segan menggunakan beberapa pepetah, peribahasa, serta pantun- pantun yang sangat indah untuk mengungkapkan ide cerita sehingga membuat pembaca sangat terhibur dengan adanya pantun-pantun tersebut. Selain itu, pengarang menggunakan teknik pelukisan watak rokoh secara langsung sehingga pembaca dengan sangat mudah mengetahui watah dari para tokoh dalam cerita dan dapat membayangkan seperti apa sesungguhnya tokoh yang diceritakan itu.






B.     SINOPSIS

            Di Padang, hiduplah seorang penghulu yang amat terkenal, yang bernama Sutan Mahmud Syah. Ia memiliki seorang istri bernama Siti Maryam, dan memilki seorang anak laki-laki bernama Samsul Bahri. Penghulu itu hidup berdampingan dengan sahabat karibnya yaitu Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang yang memiliki seorang anak perempuan bernama Sitti Nurbaya, yang tak lain adalah sahabat dari Samsul Bahri. Sejak kecil Sitti Nurbaya hanya hidup bersama dengan ayahnya karena ibunya telah meninggal dunia sejak Nurbaya masih kecil.
            Karena kebersamaannya sejak kecil bersama dengan Samsul, maka munculah benih-benih cinta diantara mereka. Namun, keduanya tidak ada yang berani mengungkapkan perasaannya itu. Hingga pada suatu hari, mereka berdua bersama dengan sahabatnya Arifin dan Bachtiar pergi ke Gunung Padang untuk bertamasya. Disanalah akhirnya mereka berdua saling mengungkapkan perasaannya dan berjanji untuk saling mencintai hingga ajal menjemputnya. Di Gunung Padang inilah mereka berdua melakukan perpisahan sebelum Samsul pergi ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.
            Akhirnya waktu yang ditunggu pun datang, waktu dimana Samsul harus berangkat ke Jakarta meninggalkan orang tua dan kekasihnya Sitti Nurbaya. Setelah beberapa lama Samsul berada di Jakarta, semua keadaan berubah drastis. Keluarga Nurbaya jatuh miskin karena semua usaha yang dimiliki ayahnya hancur berantakan, tokonya dibakar habis oleh anak buah Datuk Maringgih, seorang saudagar kaya di Padang yang sangat licik. Dengan hancurnya usaha Baginda Sulaiman, maka Baginda Sulaiman meminjam uang kepada Datuk untuk memperbaiki usahanya itu. Namun sayang, hingga pada batas pelunasan hutang itu Baginda Sulaiman tidak dapat membayar hutang itu, maka terpaksa Sitti Nurbaya anak satu-satunya menikah dengan Datuk Maringgih seorang yang sangat licik dan bengis.
            Dengan kejadian itu Nurbaya sangat sedih, dan akhirnya ia mengirimkan surat kepada kekasihnya, Samsul Bahri yang ada di Jakarta. Ia menceritakan semua musibah yang menimpa keluarganya sehingga Nurbaya terpaksa menikah dengan Datuk Maringgih yang sama sekali tak dicintainya. Mengetahui hal itu Samsul sangat iba dan sangat marah kepada Datuk Maringgih.
            Setahun setelah Samsul di Jakarta, pulanglah ia bertemu dengan kedua orang tuanya. Ketika itu diketahui Baginda Sulaiman sedang jatuh sakit, mendengar hal itu Samsul langsung menjenguknya. Ketika itu pula datanglah Nurbaya, saat itu menjadi sebuah pertemuan yang sangat dinanti oleh Nurbaya dan Samsul, hingga pada suatu saat mereka diketahui oleh Datuk Maringgih sedang asik mengobrol di halaman depan. Mengetahui hal itu Datuk sangat murka dan berbuat keributan sehingga membuat kondisi ayah Nurbaya semakin menurun dan meninggal dunia. Ayah Samsul pun kecewa dengan kelakuan anaknya itu, dan akhirnya Samsul diusir dari rumah dan kembali ke Jakarta tanpa sepengetahuan ibunya. Mengetahui Samsul diusir ayahnya, ibunya pun mengalami sakit keras dan akhirnya meninggal dunia pula.
            Sejak kepergian ayahnya, Nurbaya makin berontak pada Datuk, ia mengusir Datuk dari rumahnya. Melihat sikap Nurbaya yang berubah, Datuk bertekad untuk membunuh Nurbaya. Setelah pertengkaran itu, Nurbaya tinggal di rumah saudaranya Alimah. Di rumah itu, Nurbaya banyak mendapat nasihat dari Alimah diantaranya nasihat agar Nurbaya menjaga keselamatan dirinya dan memutuskan untuk pergi ke Jakarta berkumpul dengan Samsul. Namun malang, niatnya itu diketahui oleh anak buah Datuk, ketika Nurbaya dan Pak Ali kusir bendi Samsul berangkat ke Jakarta diikuti oleh anak buah Datuk Maringgih.
            Ketika di kapal, anak buah Datuk pun bertekad menenggelamkan Nurbaya ke laut, namun gagal karena Nurbaya berteriak sangat kencang dan jatuh pingsan. Nurbaya akhirnya dirawat di ruang perawatan di kapal itu. Baru sampai di Jakarta bertemu dengan kekasihnya, Samsul, Nurbaya harus kembali ke Padang karena ia didakwa menggelapkan uang Datuk. Nurbaya pun kembali ke Padang, dan setelah diperiksa Nurbaya dinyatakan tidak bersalah. Mengetahui hal itu Datuk makin murka, ia menyuruh anak buahnya pura-pura berjualan kue kesukaan Nurbaya. Rupanya hal itu berhasil dilakukan, kue yang telah diberi racun itu dibelinya oleh Nurbaya dan dimakannya. Tak lama setelah makan kue itu Nurbaya mengeluh sakit kepala kepada Alimah dan tak beberapa lama kemudian hilanglah nyawa Nurbaya karena racun yang ada dalam kue itu.
            Kabar kematian Siti Maryam dan Nurbaya akhirnya didengar juga oleh Samsul Bahri. Mengetahui hal itu, Samsul pun bertekad untuk mengakhiri hidupnya agar dapat berkumpul bersama orang-orang yang dicintainya. Namun rupanya Allah berkehendak lain, beberapa kali ia berusaha bunuh diri namun selalu saja ada orang yang menggagalkannya. Bahkan berkat kenekatannya itu ia dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan. Maka namanya pun berubah menjadi Letnan Mas. Namun kabar masih hidupnya Samsul Bahri dimintanya dirahasiakan dari ayahnya.
            Sepuluh tahun berlalu, pada suatu ketika terjadilah keributan besar yang terjadi akibat ulah Datuk Maringgih, dan Letnan Mas ditugaskan untuk ikut mengatasi masalah tersebut. Terjunlah ia ke medan perang, dihadapinya Datuk Maringgih seorang saudagar kaya yang amat licik itu. Tatkala berhadapan dengan Datuk amarah Samsul pun tak dapat ditahannya. Ditembakkannya pistolnya ke arah Datuk dan tergeletaklah Datuk Maringgih dan melayanglah nyawanya. Sebelum Datuk tewas ia sempat menghempaskan pedangnya ke kepala Samsul Bahri. Setelah itu Samsulpun dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak dapat diselamatkan lagi. Sebelum ia menghempuskan nafas terakhirnya, Samsul sempat meminta dipertemukan dengan ayahnya dan meminta agar ketika ia meninggal kelak agar dimakamkan di Gunung Padang berdampingan dengan makan ibunda dan kekasihnya Sitti Nurbaya.
            Setelah Samsul meninggal dunia, digelarlah upacara pemakaman sebagai penghormatan terakhir kepada Samsul. Bachtiar dan Arifin pun ikut memberikan penghormatan  terakhir pada sahabatnya itu. Mereka datang ke Gunung Padang ke makam Samsul. Disana ada 5 makam yang berjejer yaitu makam Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Sitti Maryam, Sutan Mahmud, dan makam sahabatnya Samsul Bahri.
           
C.    UNSUR INTRINSIK

            Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun sebuah cipta sastra daam hal ini novel dari dalam cipta sastra itu sendiri. Unsur intrinsik meliputi tema, tokoh, setting atau latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, amanat, dan judul. Berikut adalah unsur intrinsik yang ada dalam novel “Sitti Nurbaya” :
1.      Tema :
            Tema yang terkandung dalam novel ini adalah tema sosial, moral, dan dapat juga dimasukkan dalam tema egoik. Adapn temanya yaitu : Pengikat tali cinta sejati antara dua insan manusia yang sesungguhnya adalah ketulusan hati dan keluhuran budi bukan kecantikan fisik dan tahta atau harta benda.
2.      Tokoh dan Penokohan :
Berdasarkan perannya :
a)      Tokoh Utama : Sitti Nurbaya
          Sitti Nurbaya adalah anak dari Baginda Sulaiman seorang saudagar kaya di kota Padang. Sitti Nurbaya dalam novel ini digamarkan sebagai sosok gadis yang berusia 15 tahun dengan wataknya yang lemah lembut, baik hati, penyayang, setia kawan, patuh pada orang tua, dan sopan.



b)      Tokoh Tambahan Utama : Samsul Bahri
          Samsul Bahri adalah anak dari seorang penghulu di Padang ang bernama Sutan Mahmud Syah. Samsul Bahri memiliki watak yang cerdas, gigih, setia kawan, baik hati, dan pemberani.
c)      Tokoh tambahan tidak utama :
1)      Datuk Maringgih
       Datuk Maringgih merupakan seorang laki-laki tua yang berwatak kikir, penghasut, kejam, sombong, bengis, penipu, serakah, dan mata keranjang. Dalam novel diceritakan dia adalah seorang yang dulunya sangat miskin namun kemudian menjadi seorang yang amat kaya.
2)      Sutan Mahmud
        Sutan Mahmud ialah seorang penghulu yang sangat dihormati di Padang, dalam novel ia berperan sebagai ayah dari Samsul Bahri dengan wataknya yaitu gegabah, ramah, adil, dan penyayang.
3)      Siti Maryam
        Siti Mayam adalah ibunda dari Samsul Bahri. Dalam novel ini Siti Maryam adalah sosok ibu yang baik hati, penyayang, dan setia pada suami.
4)      Baginda Sulaiman
        Baginda Sulaiman ialah ayah dari Sitti Nurbaya. Ia memiliki watak yang baik, sopan, ramah, adil, dan penyayang.
5)      Zainularifin
        Zainularifin atau sering dipanggil Arifin adalan sahabat  dari Samsul Bahri, Sitti Nurbaya, dan Bachtiar. Dalam novel ini Arifin digambarkan sebagai sosok yang baik, setiakawan, gigih, penyayang, namun suka mengejek.
6)      Muhammad Bachtiar
        Muhammad Bachtiar atau sering dipanggil Tiar ini adalah sosok laki-laki seumuran Samsul Bahri yang digambarkan memiliki watak yang baik, setiakawan, penyayang, namun rakus akan makanan.
7)      Alimah
        Alimah yaitu tokoh yang berperan sebagai saudara dariSitti Nurbaya yang berwatak lemah lembut, baik hati, setiakawan, santun, dan bijaksana.



8)      Pak Ali
        Pak Ali adalah kusir dari bendi yang dimiliki keluarga Samsul Bahri. Ia digambarkan sebagai seorang laki-laki tua yang berumur 45 tahun namun memiliki watak yang baik, patuh, baik hati, dan penyayang.
9)      Pendekar Lima dan Pendekar Tiga
        Mereka adalah anak buah dari Datuk Maringgih yang berwatak jahat, licik, dan tidak berperikemanusiaan.
10)  Rubiah
        Tokoh Rubiah adalah tokoh yang menjadi saudara perempuan dari Sutan Mahmud tetapi memiliki watak yang sangat beda dengan Sutan Mahmud. Rubiah memiliki watak yang dengki dan bengis.
11)  Rukiah
        Rukiah adalah anak perempuan dari Rubiah. Ia memiliki watak yang baik, penurut, dan sopan.
12)   Dokter
Watak dokter dalam novel ini adalah baik hati, dan dermawan.
13)  Letnan Yan van Sta
        Ia adalah sahabat Samsul ketika ia di Jakarta. Wataknya adalah baik hati, rendah hati, pemberani, dan setia kawan.
Berdasarkan fungsi penampilan :
1)    Tokoh antagonis diperankan oleh : Datuk Maringgih, Pendekar Lima, Pendekar Tiga, Rubiah
2)    Tokoh protagonis diperankan oleh : Samsul Bahri, Sitti Nurbaya, Sutan Mahmud, Siti Maryam, Baginda Sualaiman, Zainularifin, Muhammad Bachtiar, Alimah, Pak Ali, Rukiah.
Sedangkan tokoh statis dalam novel ini diperankan oleh Sitti Nurbaya, Datuk Maringgih, dan, Samsul Bahri.
3.      Setting :
a)      Setting Tempat :
          Setting atau latar tempat yang digunakan dalam novel “Sitti Nurbaya” ini adalah di Kota Padang meliputi Kampung Alang Lawas, Kampung Jawa Dalam, Rumah Rukiah, Gunung Padang, Sekolah Pasar Ambacang, Kota Jakarta tempat Samsul belajar, di kantor pos, dll. Setting tempat digambarkan secara lansung oleh pengarang.
b)        Setting Waktu :
          Setting waktu yang digunakan dalam novel ini adalah sekitar tahun 1920-an saat Kota Padang masih sangat terikat oleh adat, kondisi kota Padang masih sagat memprihatinkan, masih banyak terjadi pemberontakan disana sini. Setting waktu yang digunakan ada pagi, siang, sore, dan malam hari.
c)         Setting sosial-budaya :
          Setting sosial budaya yang digunakan adalah setting di tengah kehidupan masyarakat Padang dimana pada saat itu masyarakat masih sangat terikat oleh adat istiadat.
4.      Alur :
       Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, karena pengarang melukiskan cerita berdasarkan urutan kejadian atau historisnya dimulai dari pelukisan keadaan, kemudian muncul permasalahan, ada klimaks, dan ada peleraian atau penyelesaian.
·         Situation : Hal ini terbukti ketika Siti Nurbaya hanya hidup sejak kecil hingga dewasa tanpa seorang ibu, dan ia mampu dihidupi oleh ayahnya sebagai saudagar terkemuka di Padang yang sebagian uang modalnya adalah hasil pinjaman dari Datuk Marinngih.
·         Generating circumtense : Hal ini terjadi ketika usaha Baginda Sulaiman mulai bertambah pesat,dan Datuk pun tidak mau usahanya ditandingi. Maka ia menyuruh anak buahnya untuk membakar toko Baginda Sulaiman dan hancurlah semua usaha Baginda Sulaiman, dan ia pun tak mampu membayar hutang Datuk Maringgih. Dengan terpaksa ia harus menyerahan anak kesayangannya, Sitti Nurbaya untuk menjasdi istri dari Datuk Maringgih.
·         Keadaan mulai memuncak : Terjadi ketika Sitti Nurbaya merasa sedih ketika dirinya harus menikah dengan Datuk Maringgih, seorang yang tua bangka dan amat sangat jahat. Sitti Nurbaya harus rela meninggalkan Samsul Bahri, kekasihnya yang sedang menuntut ilu di Stovia, Jakarta. Karena tak mampu menahan kesedihan, Sitti pun menulis surat dan menceritakan semua yang dialaminya kepada kekasihnya, Samsul Bahri.
·         Klimaks : Terjadi ketika di kota Padang terjadi keributan besar akibat ulah Datuk Maringgih, saat itu Samsul telah berpangkat Letnan dan ia di kirim ke Padang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ketika Samsul bertemu Datuk Maringgih amarahnya pun tak dapat ditahannya Samsul menembakkan pistolnya ke arah Datuk dan Datuk pun terjatuh dan tewas. Namun sebelum tewas Datuk sempat membacok kepala Samsul dengan pedang yang dipegangnya.
·         Penyelesaian masalah: Samsul dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya tewas karena luka yang dideritanya. Sebelum meninggal Samsul sempat meminta kepada ayahnya agar ia dimakamkan berdekatan dengan makan ibu dan kekasihnya, Sitti Nurbaya.
     Jika dilihat dari akhir ceritanya, alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur sad ending karena ceritanya berakhir dengan kedukaan, dimana Samsul tidak dapat menikah dengan Sitti Nurbaya hingga ajal menjemputnya. Selain itu, novel ini juga menggunakan jenis alur close plot karena pada akhir cerita tokoh utamanya meninggal dunia sehingga dengan otomatis pembaca tidak dapat menafsirkan kejadian yang akan terjadi setelah itu.

5.      Sudut Pandang :
              Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Sitti Nurbaya” adalah sudut pandang orang ketiga, karena untuk menceritakan tokohnya pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga yaitu dengan menyebutkan nama seperti Samsul, Nurbaya, Datuk,dll.

6.      Gaya Bahasa :
       Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa melayu klasik. Selain itu dalam novel ini pengarang juga memuncukan beberapa peribahasa, pepatah, dan juga beberapa pantun.
Pepatah yang ada di dalam novel diantaranya :
·         Bagai bertemu buah si mula kamo. Dimakan, mati bapak, tidak dimakan, mati mak.
·         Hilang bisa karena biasa, hilang geli karena gelitik.
·         Sekali air pasang, sekali tepian beralih
Peribahasa yang ada dalam novel diantaranya :
·         Sayang ayah kepada anaknya sepanjang penggalah, jadi ada hingganya, tetapi sayang ibu kepada anak sepanjang jalan, tak berkeputusan.
Pantun yang dipakai dalam novel diantaranya :
       Pulau Pandan jauh di tengah
       Di balik Pulau Angsa Dua
       Hancur badan dikandung tanah
       Guna baik diingat jua
                   Padang Paanjang dilingkar bukit
                   Bukit dilingkar kayu jati
                   Kasih sayang bukan sedikit
                   Dari mulut sampai ke hati
       Seragi kain dengan benang
       Biar terlipat jangan tergulung
       Serasi adik dengan abang
       Sejak di rahim bunda kandung

Perumpamaan yang dipakai misalnya :
·         Kelelawar mengirap kesana kemari dengan drasnya jalan, mencari tempat yang gelap, sebagai seorang takut kesiangan di tengah malam.
·         Ayam jantan berlari kesana kemari memburu ayam betina, lalu berdiri sejurus, mengangkat kepalanya dan berkokok dengan tangkasnya, seolah-olah seorang hulubalang yang sedang mengerahkan laskarnya di medan peperangan.

7.      Amanat :
        Setelah membaca novel “Sitti Nurbaya” banyak sekali amanat yang dapat kita ambil diantaranya adalah :
a)      Jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan, karena setiap keputusan yang kita ambil pasti ada resiko yang akan kita tanggung, jangan sampai kita harus menanggung resiko itu dengan penuh penyesalan
b)      Cintailah seseorang dengan tulus bukan hanya kecantikan fisiknya saja melainkan harus dipertimbangkan  pula kecantikan hati dan keluhuran budinya
c)      Jadilah seorang yang baik, tidak licik, dan sombong akan kekayaan yang kita miliki karena semua itu anyalah titipan Allah dan semua akan kembali kepada-Nya
d)     Selalu berusaha untuk membahagiakan kedua orang tua kita selagi kita bisa untuk melakukannya
e)      Tidak mudah berprasangka buruk pada orang lain karena apa yang kita pikirkan belum tentu benar



8.      Judul :
        Judul “Sitti Nurbaya” merupakan judul yang dipilih pengarang sebagai judul novel untuk memenuhi fungsi judul yaitu menyampaikan tema atau gagasan, untuk menunjang penyampaian tokoh dan penokohan, serta menunjang penyampaia unsur sosial budaya.

D.    NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM NOVEL

Nilai-nilai yang terkandung dalam novel ini antara lain :
1)      Nilai moral : sebagai insan manusia kita tidak boleh serakah atas harta benda yang kita miliki karena itu hanya titipan dari Tuhan, tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain, dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi suatu permasalahan.
2)      Nilai sosial : kita hendaknya saling membantu tatkala orang lain terkena musibah dan selalu bersilaturrahmi kepada sesama. Dalam novel ini di gambarkan oleh Samsul Bahri yang datang ke rumah Nurbaya ketika Samsul pulang dari Jakarta.
3)      Nilai budaya : seorang gadis yang telah berusia 15 tahun diharuskan untuk menikah agar tidak dipandang sebagai perawan tua
4)      Nilai agama : sebagai seorang muslim kita hendaknya selalu berserah kepada Allah SWT. akan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita.


E.     PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI DAN CARA PENYELESAIANNYA
            Problematika yang dihadapi tokoh :
1)      Sitti Nurbaya : Ia harus hidup sejak kecil tanpa ibunda, dan ketika usianya telah menginjak dewasa ia harus rela mengorbankan cintanya demi melunasi hutang ayahnya kepada Datuk Maringgih. Hingga ajal menjemputnya Nurbaya tidak dapat menikah dengan Samsul Bahri, kekasihnya.
2)      Samsul Bahri : Samsul harus berpisah dengan Nurbaya karena ia harus melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Ketika suatu hari ia bertemu dengan Nurbaya, ia diusir ayahnya karena ia telah melakukan suatu perbuatan yang menghancurkan nama ayahnya sebagai penghulu di Padang. Selain itu, ia harus rela kehilangan kekasih dan ibundanya untuk selama-lamanya karena ulah dari Datuk Maringgih.
3)      Sutan Mahmud Syah : Beliau harus kehilangan istri dan anaknya Samsul Bahri karena keputusan yang diambilnya sangat terburu-buru.
4)      Baginda Sulaiman : Usaha yang didirikannya harus hancur lebur, dihancurkan oleh Datuk Maringgih yang sangat serakah.
5)      Datuk Maringgih : Ia merasa usahanya ditandingi oelh Baginda Sulaiaman, ia tidak suka. Kemudian ia mulai memikirkan cara agar usaha yang dimiliki Baginda Sulaiman hancur sehingga Baginda Sulaiman jatuh miskin.
Cara pengarang menghadapi setiap masalah yang dihadapi tokoh adalah dengan menampilkan tokoh Samsul Bahri. Samsul, selalu hadir ketika keluarga Sitti Nurbaya dan dirinya menemukan masalah dan ia selalu bisa menyelesaikan semua itu. Misalnya ketika ayah Nurbaya sakit karena memikirkan nasib Nurbaya ketika ia meninggal, Samsul datang dan mengatakan bahwa ia akan selalu menjaga Nurbaya hingga akhir hayatnya. Selain itu, ketika muncul masalah di Padang akibat ulah Datuk, Samsul mengatasi masalah itu dengan berperang dengan Datuk sehingga nyawanya pun melayang.
F.     APRESIASI

            Novel “Sitti Nurbaya” yang ditulis oleh Marah Rusli ini merupakan novel  yang patut dibaca karena sangat menarik. Novel ini menceritakan kisah percintaan antara Sitti Nurbaya dengan Samsul Bahri. Keduanya telah bersahabat sejak kecil, kedua orang tuanya pun bersahabat karib. Namun sayang, kisah cinta antara Nurbaya dan Samsul harus berakhir dengan kesedihan, dimana Nurbaya telah dinikahi oleh seorang saudagar tua yang sangat licik.
            Dalam menceritakan semua itu pengarang menggunakan bahasa yang sangat indah yaitu bahasa Melayu klasik dan diselingi dengan beberapa pepatah, peribahasa, dan juga pantun-pantun sehingga pembaca tidak bosan dengan bahasa yang digunakan. Pengarang juga menjelaskan secara langsung fisik bahkan sifat dari tokoh dalam novel sehingga pembaca dapat membayangkan seperti apa tokoh dalam cerita itu dan akan lebih mudah menangkap ide cerita.
            Dalam novel ini pula tersirat beberapa amanat yang sangat banyak, banyak juga nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil oleh pembaca setelah membaca novel ini. Diantaranya ajaran bahwa seseorang mencintai orang lain bukan karena tahta yang dimilikinya melainkan harus berdasarkan kecantikan hati dan keluhuran budinya, ajaran agar setiap manusia harus memiliki pendirian yang teguh agar tidak mudah dimanfaatkan oleh orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STRUKTUR PENGURUS OSIS SMA YA BAKII KESUGIHAN CILACAP

  SUSUNAN KEPENGURUSAN OSIS SMA YA BAKII 1 KESUGIHAN PERIODE 2023-2024     A.     Kepala Sekolah                                 ...