Minggu, 21 Januari 2018

KONFLIK DAN PENGEMBANGAN KONFLIK DALAM NOVEL

KONFLIK DAN PENGEMBANGAN KONFLIK DALAM NOVEL

Tujuan Pembelajaran

Siswa mampu menentukan jenis konflik dan tahapan pengembangan konflik dalam novel.
Sudahkah kamu memahami unsur intrinsik yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu mengenai alur, latar, dan sudut pandang? Jika sebelumnya kita berbicara beberapa unsur intrinsik dalam novel, kali ini kamu akan sedikit mengingat materi sebelumnya, yaitu tentang alur, sebab pada pembahasan kali ini kamu akan belajar tentang konflik dan pengembangannya yang seluruhnya masih bagian dari alur cerita.
      Setiap konflik terdapat pada alur, tetapi tidak semua alur memiliki konflik. Sebuah cerita akan terasa hambar jika memiliki alur tanpa konflik. Konflik merupakan gambaran ketidakstabilan situasi yang lebih mengarah pada permasalahan darurat yang nantinya akan memuncak pada klimaks permasalahan. Jika dianalogikan, konflik seperti memasak air pada kompor. Awalnya dingin tetapi semakin didiamkan akan semakin panas dan mendidih, bahkan bisa habis hingga gosong jik a kompor tidak juga dipadamkan. Begitu pun dengan konflik. Permasalahan yang awalnya biasa saja akan semakin kompleks jika dibiarkan. Oleh karena itu, setiap konflik memiliki tahapan pengembangan yang harus dilewati agar cerita tersusun rapi dan tidak monoton. Tahapan pengembangan konflik tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengenalan atau pengantar
      Pada bagian ini, cerita berisi pengenalan tokoh, waktu, tempat, dan gambaran permasalahan yang biasanya disampaikan di awal cerita. Perhatikan contoh berikut ini!
Ibu kos dengan daster kebesarannya sibuk hilir-mudik dengan aktivitas paginya: menyapu dan mengelap kaca jendela. Sapu injuk di tangan kanan dan sehelai lap hinggap di bahunya. Suara berita di tevisi disetelnya keras-keras.
“Punten Bu,” kataku ketika lewat ke kamar mandi.
“Mangga. Eh Lif, coba lihat tuh di pintu kamar kamu geura. Kayaknya kamu bakal kedatangan tamu. Atau bakal dapat keberuntungan, meureun.”
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
2. Pemunculan konflik
      Bagian ini menampilkan cerita awal mula datangnya masalah. Perhatikan contoh berikut ini!
Selepas zuhur, ketika duduk-duduk di teras kos, aku mendengar klakson motor melengking. Sesaat kemudian aku lihat kepala yang berkacamata hitam dan berkumis tebal mondar-mandir di balik pagar. Lalu pintu pagar diketuk keras. Ketika aku dekati, dia tampak melongok-longok ke dalam rumah. Tampaklah seluruh badannya yang lebih menyeramkan dibanding kepalanya. Berkaos ketat biru kelam dengan otot lengan dan dada yang menyembul-nyembul.
“Ini tempat tinggal Pak Alif Fikri?” tanya laki-laki itu ketika melihatku.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
2. Pemunculan konflik
      Bagian ini menampilkan cerita awal mula datangnya masalah. Perhatikan contoh berikut ini!
Selepas zuhur, ketika duduk-duduk di teras kos, aku mendengar klakson motor melengking. Sesaat kemudian aku lihat kepala yang berkacamata hitam dan berkumis tebal mondar-mandir di balik pagar. Lalu pintu pagar diketuk keras. Ketika aku dekati, dia tampak melongok-longok ke dalam rumah. Tampaklah seluruh badannya yang lebih menyeramkan dibanding kepalanya. Berkaos ketat biru kelam dengan otot lengan dan dada yang menyembul-nyembul.
“Ini tempat tinggal Pak Alif Fikri?” tanya laki-laki itu ketika melihatku.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
3. Klimaks atau puncak masalah
      Bagian ini mendeskripsikan ketegangan yang berlangsung sebagai puncak permasalahan. Dengan kata lain, masalah sedang sangat parah dan panas-panasnya. Perhatikan contoh berikut ini!
“Maaf, ada keperluan apa Pak?”
“Orangnya mana? Jangan banyak tanya. Dia ada urusan penting dengan kantor saya!” serunya dengan suara lantang. Mentang-mentang berbadan kekar, gaya bicara dan bahasa tubuhnya mengancam. Aku mencoba mengimbangi keadaan dengan waspada.
“Loh yang namu kan Bapak. Saya hanya tanya, ada urusan apa? Lalu dari kantor apa?” balasku sengit.
“Saya dari kantor kartu kredit! Kami akan menagih utangnya yang belum lunas. Kamu siapanya?”salaknya membalas tidak kalah keras.
...........................................................................................
“Ayo panggil orangnya sekarang!” suaranya makin tinggi. Lengannya tanpa segan sudah terjulur ke dalam pagar. Intimidasi fisik tampaknya sudah dimulai.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
4. Antiklimaks
      Bagian ini menggambarkan situasi akibat masalah perlahan-lahan menuju ketenangan dan ketegangan berangsur-angsur menurun. Sudah tidak ada kecemasan pada diri tokoh, seperti
Sosok berwajah belang dan si Kepala Botak itu baru pergi setelah aku berjanji akan mulai mencicil lagi. “Awas, kami akan ke sini kalau bermasalah lagi!” ancam si Botak sambil menunjuk-nunjuk mukaku.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
5. Resolusi
      Bagian ini mendeskripsikan bahwa masalah sudah benar-benar reda dan tuntas sehingga tokoh sudah merasa tidak bermasalah lagi. Perhatikan contoh berikut ini!
“Aku cuma mengangguk-ngangguk seperti burung beo. Dia menjulurkan tangannya menyalamiku. “Semoga harga kertas segera stabil Lif, jadi kami bisa memuat tulisan bermutu dari kamu lagi.”
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
      Konflik tersebut tentu saja disebabkan oleh para tokoh yang ada dalam cerita, baik antara tokoh dengan tokoh lainnya maupun antara tokoh dengan kondisi sekelilingnya, terutama dengan alam. Dari penyebab-penyebab di atas, konflik terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Konflik internal
      Konflik internal disebabkan oleh adanya perseteruan antara tokoh dengan dirinya sendiri. Perseteruan itu terjadi karena pertempuran batin atau ide terhadap suatu permasalahan pada diri tokoh itu sendiri. Konflik internal disebut juga dengan konflik batin. Perhatikan contoh berikut ini!
Kini akulah laki-laki satu-satunya di keluarga kecil kami. Akulah yang harus membela Amak dan adik-adik. Tapi bagaimana caranya? Kalau ingin menggantikan peran Ayah mencari nafkah, aku mungkin harus berhenti kuliah dan bekerja. Tapi bagaimana dengan impianku untuk kuliah? Untuk merantau keluar negeri? Aku memijit-mijit keningku yang kini berkulit kusut. Pesan terakhir Ayah terus bersipongang di lubuk hatiku: “Alif, bela adik-adik dan amakmu. Rajinlah sekolah.” Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk menjalankan amanat ini.
(Ranah 3 Warna, A. Fuadi)
2. Konflik eksternal
      Konflik eksternal muncul karena adanya perseteruan antara tokoh dengan sesuatu yang ada di sekitarnya, baik dengan tokoh lain maupun dengan alam. Oleh karena itu, konflik eksternal terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
  • Konflik fisik yang disebabkan benturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Perhatikan contoh berikut ini!
Aku rapatkan jaket melawan angin dingin musim gugur dan duduk di kursi kayu di tengah Kogan Plaza. Aku kunyah pretzel keras dan asin ini. Mulutku mengeluarkan asap seperti naga setiap kali menganga.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
  • Konflik sosial yang disebabkan pertentangan antartokoh dalam cerita. Perhatikan contoh berikut ini!
Tiba-tiba, Beni mencoba nampar Nandan. Nandan mengelak. Tapi oleh karena justru itu malah membuat Beni makin jadi emosi.
Beni merangsek dan lalu berusaha mukul Nandan. Saribin berusaha mencegahnya. Aku teriak ke Beni berusaha agar bisa kuhentikan.
(Dilan, Pidi Baiq)
SUDUT PANDANG DALAM NOVEL
Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menentukan sudut pandang pada cuplikan novel.
Sudahkah kamu memahami cara mengidentifikasi latar dan alur dalam novel sebagaimana yang telah kamu pelajari pada pembahasan sebelumnya? Sekarang, kamu akan berlanjut pada pembahasan mengenai unsur intrinsik novel berikutnya, yaitu sudut pandang.
      Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang menempatkan posisinya dalam karyanya dengan menggunakan teknik tertentu untuk menyampaikan cerita. Teknik tersebut bisa dengan menjadikan dirinya secara langsung sebagai narator atau dengan menjadikan pihak lain sebagai narator. Dengan kata lain, sudut pandang adalah mencari tahu siapa yang bercerita dalam novel. Sudut pandang memiliki beberapa jenis sebagai berikut.
1. Sudut pandang orang pertama pelaku utama
      Pada bagian ini, pengarang menjadikan tokoh dalam novel sebagai narator. Tokoh yang dijadikan narator biasanya adalah aku yang merupakan salah satu tokoh yang mengisahkan dirinya, tindakan, serta peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Sudut pandang ini membuat pembaca hanya mengetahui segala hal yang dialami si aku sebab si akulah yang menjadi narator sekaligus pusat cerita. Perhatikan contoh berikut!
Aku rapatkan jaket melawan angin dingin musim gugur dan duduk di kursi kayu di tengah Kogan Plaza. Aku kunyah pretzel keras dan asin ini. Mulutku mengeluarkan asap seperti naga setiap kali menganga.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
2. Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan
      Sudut pandang ini hampir sama dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Namun, pada bagian ini, si aku tidak sepenuhnya mengisahkan dirinya. Si aku lebih banyak menceritakan tokoh lain dengan segala hal yang berkaitan dengan tokoh tersebut. Dengan kata lain, si aku pada sudut pandang ini hanyalah sebagai narator bagi tokoh di sekelilingnya. Cermati contoh berikut!
Si Jhony Chan itu juga semakin menyebalkan. Dia beberapa kali terang-terangan mengajakku jalan bareng. Belum lagi komplotan wajah-wajah Melayu lain yang sok dewasa. Termasuk Adi temanku asal Jakarta (penerima ASEAN ssholarship juga) mulai pendekatan.
(Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Tere Liye)
3. Sudut pandang orang pertama jamak
      Ciri dari sudut pandang ini adalah pihak yang menjadi narator bukanlah aku melainkan kami. Si kami mengisahkan apa yang aku dan kawan-kawannya atau tokoh lain di sekitarnya lakukan dan alami. Perhatikan contoh berikut ini!
Lucu sekali melihat penampilan kami malam itu. Pakaian yang robek dan kumuh, rambut dekil dan kotor, badan hitam yang bau, memakai sepatu mahal dan kaus kaki putih.
(Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Tere Liye)
**4. Sudut pandang orang ketiga serbatahu
      Pada jenis ini, narator dalam cerita adalah pengarang dengan menyebutkan nama tokoh dalam cerita secara langsung. Pengarang mendeskripsikan beberapa tokoh secara bebas dengan peristiwa yang mereka alami serta dengan menggambarkan keadaan lingkungan yang berada di sekitar para tokoh, contonya:
Malam itu, Noni dan Eko terpaksa menggantungkan nasib perut mereka pada Mas-Mas pengantar pizza. Wanda dan Keenan mengobrol soal dunia lukisan dengan asyiknya hingga tak menggubris desakan Noni dan Eko untuk makan malam di luar.
(Perahu Kertas, Dewi Lestari)
5. Sudut pandang orang ketiga terbatas
      Pada jenis ini, pengarang mengisahkan tokoh lain secara terbatas; hanya satu atau dua tokoh dan tidak dapat leluasa menceritakan tokoh-tokoh lainnya, seperti:
Keenan memejamkan matanya sejak sepuluh menit pertama kereta api itu bertolak dari Stasiun Bandung. Ia terbangun oleh karena haus yang menggigit dan hening yang dirasakan terlalu lama dari seharusnya. Saat matanya membuka, kereta itu memang sedang berhenti di sebuah stasiun kecil. Dan Kugy tidak ada di sebelahnya.
(Perahu Kertas, Dewi Lestari)
6. Sudut pandang orang ketiga jamak
      Pada bagian ini, pengarang sebagai narator menceritakan tokoh dengan menggunakan kata ganti mereka. Berikut ini adalah contohnya.
Angkutan kota Colt L-300 yang sudah tua dan kepayahan nanjak itu hanya mengantarkan mereka bertiga sampai di mulut sebuah jalan setapak. Matahari pagi terasa hangat menyentuh kulit muka setelah sekian lama mereka terperangkap dalam mobil.
(Perahu Kertas, Dewi Lestari)
      Dari jenis sudut pandang tersebut, terdapat kelebihan dan kelemahan pada setiap sudut pandang. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan ketika menggunakan sudut pandang di atas.
1. Sudut pandang orang pertama
a. Kelebihan
  • Bebas menggunakan jenis dan gaya bahasa karena narator adalah aku yang secara tidak langsung tidak terikat kebakuan bahasa.
  • Sudut pandang aku biasanya memiliki peran sebagai tokoh protagonis.
  • Gaya tulisan lebih ringan; tidak terlalu formal.
b. Kekurangan
Karena narator adalah aku, setiap konflik yang berhubungan dengannya akan mudah ditebak, yaitu pasti akan selamat, sebab tidak mungkin aku menceritakan dirinya mati dalam sebuah konflik atau peristiwa.
2. Sudut pandang orang ketiga
a. Kelebihan
  • Sangat disarankan bagi penulis pemula menggunakan sudut pandang ini agar narasi tidak mudah ditebak sehingga pembaca akan merasa penasaran.
  • Narator bisa memiliki peran sebagai protagonis, antagonis, atau tritagonis.
b. Kekurangan
Dengan menggunakan narator berupa nama tokoh, gaya bahasa dan gaya penulisan seolah memiliki tekanan ke arah kebakuan dan keformalan.
ALUR DAN LATAR DALAM NOVEL
Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu mengidentifikasi alur dan latar pada novel.
Kamu tentu pernah membaca novel, bukan? Sebagaimana kita ketahui bahwa novel adalah salah satu karya sastra berbentuk prosa yang ceritanya lebih panjang dari cerpen sehingga ketika membaca novel tidak dapat dilakukan dengan “sekali duduk”.
      Setiap karya sastra pastilah memiliki unsur pembentuk dari dalam karya itu sendiri yang biasa kita sebut unsur intrinsik, begitu pula dengan novel yang memiliki unsur intrinsik yang terdiri atas unsur-unsur berikut ini.
  1. Alur
  2. Latar
  3. Sudut pandang
  4. Tokoh
  5. Penokohan
  6. Tema
  7. Amanat
Semua unsur itu tentunya telah kamu pelajari sebelumnya. Akan tetapi, untuk mengingat kembali, kali ini kita akan membahas dua di antara unsur intrinsik tersebut, yaitu alur dan latar.
#Alur
      Kamu pasti sudah mengetahui bahwa alur adalah jalan cerita yang berisi urutan rangkaian peristiwa dan mengandung unsur sebab akibat. Alur yang baik haruslah berisi konflik yang tersusun apik. Sementara itu, konflik dibuat agar cerita lebih hidup dan tidak monoton.
      Alur harus dibuat semenarik mungkin, sebab pada unsur itu semua tokoh dalam novel dihidupkan untuk melakukan aksi yang dapat membuat pembaca ikut merasakan apa yang dirasakan tokoh dalam novel.
      Alur terdiri atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Alur maju
      Alur maju berisi kisah tokoh yang menceritakan urutan peristiwa dari masa kini hingga masa depan. Jika dianalogikan, bentuk alur maju itu bagaikan urutan a-b-c-d-e.
Contoh:
Ibu siuman, dan ia ingin bertemu denganku.
Menyedihkan melihat berbagai slang dan belalai peralatan dokter melilit kepala dan badan ibu. Dede hanya tertunduk diam, cahaya kemenangan tadi segera menghilang dari mata bulatnya. Aku mendekat menyentuh jemari tangan Ibu yang tinggal tulang.
      (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye)
2. Alur mundur
      Alur mundur atau flashback adalah rangkaian peristiwa yang diceritakan dengan urutan kisah masa kini kemudian mengisahkan masa lalu. Jika dianalogikan, bentuk alur mundur adalah e-d-c-b-a
Contoh:
Sebenarnya dua bulan sebelum ibu meninggal, aku mengurus berkas beasiswa ASEAN scholarship. Beasiswa yang memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan junior high school atau SMP di Singapura.
Itu semua dalah ide dia. Aku menurut saja. Ibu waktu itu yang masih sehat hanya mengangguk, meskipun berkata pelan sambil tersenyum, “Nak Danar, rasanya ibu sulit membayangkan Tania bisa bersekolah di sana. Di luar negeri. Bersekolah saja sudah syukur.”
      (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye)
3. Alur campuran
      Alur campuran merupakan rangkaian peristiwa dengan urutan masa kini, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Jika dianalogikan, bentuknya adalah c-a-b-d-e.
Contoh:
Kami berhadap-hadapan dua langkah. Aku menunduk menatap akar pohon. Dia menatapku lamat-lamat (aku tak sanggup bersitatap lama dengannya, pandangan mata itu membuat kakiku lemah, dulu lemah, sekarang lemah).
“bukankah gadis kecil dalam novel itu aku? Bukankah itu Tania.... Tania yang rambutnya berkepang dua. Tania yang tersenyum riang di antara sela-sela daun pohon linden yang menjuntai. Tania yang....” Suaraku mendesis bergetar, hilang di ujung kalimat.
Ibu, izinkanlah aku menangis.
Tiga tahun silam aku teramat gentar mengirimkan e-mail itu kepadanya. E-mail pengakuan. Tiga tahunsilam aku takut mendengar kalau jawabannya adalah tidak. Bukankah dia memutuskan untuk menikah dengan Kak Ratna? Perasaan hatinya sudah terang benderang seperti purnama di angkasa.
Dia tidak pernah mencintaiku.
Itulah kesimpulan yang kupaksakan. Kesimpulan yang membuat luntur wajah menyenangkanku. Kesimpulan yang mengubah perangaiku. Mengubah semuanya. Tetapi malam ini aku justru mengatakan kalimat itu. Dengan sebuah pertanyaan iya dan tidak. Aku tak mengerti secepat ini pembicaraan menuju jantung permasalahan. Aku tidak mengerti. Perasaanku sudah tak tahan lagi. Pertanyaan itu meluncur saja tanpa bisa kucegah.
Aku terisak.
      (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye)
      Alur yang merupakan rangkaian peristiwa akan lebih mengena jika disertai penggunaan latar yang tepat. Semntara itu, latar atau setting adalah bagian yang menunjukkan kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa itu berlangsung. Dengan demikian, latar pun dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Latar waktu sebagai jawaban dari pertanyaan “Kapan?”, yaitu segala sesuatu dalam novel yang berkaitan dengan kronologis peristiwa berupa waktu kejadian.
Contoh:
Malam itu, setelah Maghrib, seperti biasa Kak Sofyan membacakan aneka rupa pengumuman. Cuma malam ini dia tampil lebih semangat. Ketika dia mengabarkan bahwa semifinal Piala Thomas bisa disaksikan di aula pada Jumat sore, kontan masjid seperti dipenuhi jutaan lebah, berdengung heboh menyambut kabar gembira ini.
      (Negeri 5 Menara karya A. Fuadi)
2. Latar tempat sebagai jawaban dari pertanyaan “Di mana?”, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat kejadian.
Contoh:
“Alah, lagu lama! Saya tidak punya waktu menjawab urusan itu!”
“Sambil jalan gimana Jendral?” tawarku.
“Kamu lihat saya sudah di mobil. Ini sudah mau berangkat! ” sergahnya sambil menaikkan lagi kaca hitam.
“Kalau begitu wawancara di mobil saja.”
Kaca sudah setengah tertutup. Matanya membelalak besar. Mungkin aku dianggap anak gila. Lenyap harapanku. Kalah telak aku dengan tantangan Mas Malaka.
      (Rantau 1 Muara karya A. Fuadi)
Peristiwa tersebut terjadi di tempat parkir mobil sebab saat itu para tokoh masih berdiskusi untuk melakukan wawancara sementara salah satu tokoh sudah berada dalam mobil dan akan berangkat.
3. Latar suasana sebagai jawaban dari pertanyaan “Bagaimana?” merupakan bagian pada novel yang memaparkan suasana atau keadaan yang terjadi ketika peristiwa berlangsung.
Contoh:
Badan dan hatiku terasa enteng, serasa melayang menyentuh langit-langit. Semua mata di ujung komputer memandang ke arahku dengan heran mendengar aku terpekik senang.
      (Rantau 1 Muara karya A. Fuadi)
Poin Penting
      Novel adalah salah satu karya sastra berbentuk prosa yang ceritanya lebih panjang dari cerpen sehingga ketika membaca novel tidak dapat dilakukan dengan “sekali duduk”. Unsur intrinsik novel terdiri atas bagian-bagian berikut ini.
  • Alur
  • Latar
  • Sudut pandang
  • Tokoh
  • Penokohan
  • Tema
  • Amanat
      Alur adalah jalan cerita yang berisi urutan rangkaian peristiwa dan mengandung unsur sebab akibat. Alur terdiri atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
  • Alur maju yang berisi kisah tokoh yang menceritakan urutan peristiwa dari masa kini hingga masa depan. Jika dianalogikan, bentuk alur maju itu bagaikan urutan a-b-c-d-e.
  • Alur mundur atau flashback adalah rangkaian peristiwa yang diceritakan dengan urutan kisah masa kini kemudian mengisahkan masa lalu. Jika dianalogikan, bentuk alur mundur adalah e-d-c-b-a.
  • Alur campuran merupakan rangkaian peristiwa dengan urutan masa kini, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Jika dianalogikan, bentuknya adalah c-a-b-d-e.
      Latar atau setting adalah bagian yang menunjukkan kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa itu berlangsung. Latar dibagi menjadi tiga jenis berikut ini.
  • Latar waktu sebagai jawaban dari pertanyaan “Kapan?”, yaitu segala sesuatu dalam novel yang berkaitan dengan kronologis peristiwa berupa waktu kejadian.
  • Latar tempat sebagai jawaban dari pertanyaan “Di mana?”, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat kejadian.
  • Latar suasana sebagai jawaban dari pertanyaan “Bagaimana?” merupakan bagian pada novel yang memaparkan suasana atau keadaan yang terjadi ketika peristiwa berlangsung.
WATAK DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL
Tujuan Pembelajaran
  1. Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam penggalan novel yang dibacakan teman.
  2. Siswa dapat menjelaskan unsur watak dan penokohan dalam penggalan novel yang dibacakan teman.
Suatu kali, Jean-Jacques Rousseau, seorang pemikir asal Perancis, pernah berujar, “Pada umur enam belas tahun, seorang remaja sudah tahu apa itu penderitaan, karena itu sudah mengalaminya. Hanya saja, ia hampir tidak tahu kalau orang-orang lain juga menderita.” Apa sebenarnya yang hendak disampaikan sarjana kenamaan tersebut kepada kita? Ya, memahami karakter orang lain itu ternyata sulit. Lebih dari itu memahami watak dan karakter diri sendiri itu lebih sulit lagi.
      Seorang penulis berkhayal tentang seseorang yang memiliki watak sempurna dan ia gambarkan dalam karya fiksinya. Hal tersebut bukan semata-mata menggambarkan tokoh ciptaannya sempurna. Ia begitu agar dapat lebih memahami diri sendiri ketika bercermin kepada watak dan karakter tokoh ciptaannya.
      Agar kita dapat meresapi karya sastra, kita dilatih menganalisis. Salah satu analisis yang telah lama dilakukan adalah analisis struktural karya sastra yang dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan hubungan antarunsur intrinsik cerita yang bersangkutan.
WATAK DAN PENOKOHAN
      Penokohan adalah salah satu unsur intrinsik yang cukup sering dianalisis. Kata penokohan sendiri, di dalamnya mencakup kata tokoh. Perbedaannya, kata tokoh berkaitan dengan suatu cerita, sedangkan penokohan berkaitan dengan sifat, watak, atau sifat dari pelaku cerita.
      Tokoh mengacu pada pertanyaan siapa dan berapa, seperti kalimat tanya “Siapa tokoh utama dalam cerpen itu?” atau kalimat tanya “Berapa jumlah pelaku dalam cerpen itu?” Penokohan lebih dari itu. Penokohan mengacu pada “Bagaimana seorang penulis menggambarkan watak seorang tokoh dalam cerpen itu?”
      Agar lebih mudah memahami penokohan, watak-watak tokoh dapat dikenali melalui hal-hal berikut ini.
  1. apa yang diperbuatnya,
  2. ucapan-ucapannya,
  3. penggambaran fisik tokoh,
  4. ucapan tokoh lain,
  5. pikiran-pikirannya, dan
  6. melalui penggambaran langsung dalam cerita.
      Beberapa penulis kawakan, mengawali ide cerita dengan teknik memperkuat karakter tokoh yang dibuat. Ide tersebut bisa diciptakan dari sebuah penciptaan tokoh yang unik. Sebagai contoh, seorang kakek yang sudah berusia lebih dari 100 tahun yang kesepian. Dari satu tokoh unik ini dapat menurunkan berbagai macam ide cerita, bergantung khayalan pengarang.
      Lajos Egri mengatakan, tokoh ceritalah yang menentukan segala-galanya dalam cerita itu. pengarang tidak perlu pegang kemudi, biarkan saja tokoh ceritanya hidup dan bergerak sendiri menurut wataknya masing-masing. Untuk itu, siswa harus berlatih mengenal manusia dan bersimpati kepada nasib manusia. Dari mana memulainya? Ya dari memahami karakter diri sendiri.
Perhatikan Contoh
Coba kita analisis contoh penggalan novel yang dibacakan dari audio berikut ini!

Pembahasan
      Pada penggalan novel yang dibacakan barusan, kita dapat menganalisis unsur tokoh dan penokohannya. Nama tokoh yang dibacakan dalam novel 5cm karya Donny Dhirgantoro tersebut adalah Arial. Arial adalah orang yang secara fisik tampan dan sporty. Arial pembawaannya kalem dan banyak senyum. Cara pemaparan penokohan dalam novel tersebut adalah dengan penjelasan langsung oleh pengarang.
Nah, sekarang kalian sudah bisa kan menganalisis penokohan dalam novel yang dibacakan?
Poin Penting

Tokoh yang.perwatakannya lurus atau tidak berubah dari awal cerita sampai cerita berakhir disebut flat character.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STRUKTUR PENGURUS OSIS SMA YA BAKII KESUGIHAN CILACAP

  SUSUNAN KEPENGURUSAN OSIS SMA YA BAKII 1 KESUGIHAN PERIODE 2023-2024     A.     Kepala Sekolah                                 ...